image-title

Ganasnya virus Covid-19 yang tak kunjung usai mulai memberikan efek domino terhadap masyarakat Indonesia. Dilihat dari sudut pandang manapun tidak ada yang merasa bebas dari efek ini. Mulai dari dunia kerja yang membuat bayak karyawan terkena PHK dan berujung pada krisis ekonomi rumah tangga. Bahkan, dunia pendidikan juga mengalami hal ini, di mana para siswa diharuskan belajar secara online. Hal ini tentu saja membuat ilmu yang mereka dapatkan kurang maksimal karena banyak kendala yang dialami, seperti gangguan sinyal. Selain proses pembelajaran yang harus dilakukan secara online, kegiatan keorganisasi juga terpaksa dilakukan dari jarak jauh melalu aplikasi online.

Kegiatan keorganisasian Yayasan BAS untuk para beswan gen 6 dilakukan tanpa adanya tatap muka. Mulai dari kegiatan tematik rutin yang diadakan tiap bulan, hingga penutupan pun dengan berat hati hanya dilakukan melalui aplikasi online, Zoom Meeting. Aplikasi berbasis online yang menyediakan layanan konferensi video. Kegiatan penutupan ini tidak seperti biasanya dan sangat terasa berbeda dibandingkan dengan penutupan untuk beswan gen-gen sebelumnya.

Kala itu, tepat di seminggu pertama bulan November tahun 2021 kegiatan untuk beswan gen 6 resmi ditutup. Tetap dengan keceriaan beswan gen 6 yang beranggotakan 15 pelajar dengan senyum lebarnya sebagai tanda mereka tetap semangat di tengah keterbatasan yang sedang mereka rasakan. Moderator sudah mulai mengambil alih dan mereka, beswan gen 6 dengan jaket berwarna biru dongker bertuliskan “Bakti Asih Sesama” di punggung dan lambang yayasan di dada bersiap mengikuti seluruh rangkaian kegiatan penutupan.

Sambutan dari pembina alias Kang Rifqi Arifin menjadi pembuka dari rangkaian kegiatan penutupan ini. Tak hanya sebatas sambutan, beliau juga banyak bercerita dan berbagi pengalaman hidup kepada beswan gen 6. Kegiatan ini dihadiri oleh banyak alumni yang bergabung dalam Yayasan BAS, bahkan Bu Hilda pun turut serta menghadiri kegiatan ini di tengah kesibukannya sebagai guru volumetri SMK-SMAK Bogor.

Kegiatan selanjutnya adalah momen tepat untuk mengeluarkan seluruh unek-unek yang selama ini hanya sanggup untuk dipendam. Mulai dari tawa ringan hingga terbahak-bahak, tetapi keadaan bisa berubah dengan cepat dan berujung pada linang air mata. Tak terasa kebersamaan yang mulai dibentuk sejak Februari silam harus berakhir di bulan November. Hanya kebersamaan di setiap kegiatan yang harus berakhir, tetapi beswan gen 6 tetaplah beswan gen 6 yang selalu menjadi satu kesatuan yang utuh.

Setelah beswan gen 6 merasa cukup mengeluarkan isi hatinya dan mengenang kembali perjalanan mereka, kegiatan dilanjutkan dengan obrolan seru dengan ketua Yayasan BAS, Kak Dafid. Deg. Beliau mengatakan akan mengumumkan urutan siswa berprestasi dan tulisan-tulisan popular terbaik. Baru saja beswan gen 6 merasa rileks, tiba-tiba suasana menjadi campur aduk. “Coba buka amplop coklatnya, yuk!” ujar Kak Dafid.

Beberapa hari sebelum kegiatan penutupan, Yayasan BAS mengirim dresscode dan amplop coklat yang boleh dibuka saat penutupan berlangsung ke rumah masing-masing beswan. Ternyata amplop coklat itu berisi sertifikat bagi para beswan berprestasi dan beberapa tulisan popular yang terpilih menjadi yang terbaik dari yang terbaik. Raut wajah beswan gen 6 seketika berubah menjadi ceria kembali setelah membuka amplop yang selama ini dirahasiakan oleh yayasan.

Delapan beswan dengan nilai tertinggi mendapat apresiasi lebih dari yayasan, tetapi 7 lainnya pun tetap juara di hati yayasan. Selain itu, tulisan populer yang selama ini ditulis oleh para beswan setelah mengikuti kegiatan tematik sangat diapresiasi oleh yayasan. 7 tulisan terpilih juga mendapat apresiasi lebih dari yayasan. Namun, mereka, beswan gen 6 yang tulisannya belum terpilih tetap semangat dan tidak berkecil hati.

Kegiatan penutupan acara beswan gen 6 ditutup dengan foto bersama ke-15 beswan dan seluruh anggota yayasan yang turut serta hadir dalam kegiatan tersebut. Senyum lebar masing-masing beswan terlihat jelas seraya mengangkat sertifikat terbaik yang mereka raih. Gaya andalan dengan membentuk angka dua pada jari-jemari mereka berhasil direkam dengan jelas di setiap detik pengujung kegiatan itu.

Setelah sesi foto bersama berakhir, moderator kembali mengambil alih kegiatan penutupan yang diselenggarakan secara online itu. Seraya mengucapkan selamat kepada peraih nilai tertinggi dan tulisan terpilih, moderator mengakhiri kegiatan penutupan acara beswan gen 6. Salam hangat menutup kegiatan online yang diadakan di hari Sabtu dengan diikuti 15 beswan gen 6 dari rumah masing-masing.

Pandemi bukanlah alasan untuk rehat. Mereka semua menunjukkan bahwa dalam keadaan apapun harus tetap semangat, Walaupun kegiatan sudah berakhir, tetapi 15 beswan gen 6 tetap bersahabat. Bulatkan niat, usaha yang giat, menuju beswan gen 6 yang hebat. Kegiatan ini hanyalah sebatas tamat yang tetap terikat.

Penulis: Qotrunnada Linggar Pinanditi

Read More

Korek api merupakan alat yang menjadi bagian dari kenanganku saat dulu hingga sekarang. Dahulu aku tidak takut dengan korek api, sampai suatu hari aku mencoba menyalakan api. Api yang nyala mengenai tanganku dan menyebabkan tanganku melepuh. Semenjak itu, aku tidak mau lagi bermain atau memegang korek api kayu.

Setelah sekian lama aku tidak menggunakan korek api kayu, sekarang aku diwajibkan untuk menggunakan korek kayu karena resmi menjadi murid SMAKBO. Hari pertama bersekolah, aku langsung belajar di Laboratorium Gravimetri. Laboratorium ini digunakan untuk analisis sampel berdasarkan bobot.

Aku yang baru pertama kali mendengar hal itu sama sekali tak terbayang apa yang akan dilakukan di dalam laboratorium ini. Aku akan belajar di sini sebanyak 3 kali dalam 1 minggu karena pembelajaran menggunakan sistem blok. Hari pertama pembelajaran, aku dan teman kelas bersiap di depan laboratorium. Waktu menunjukkan pukul 7 dan pintu laboratorium terbuka.

Kak Gea keluar dari dalam dan memberikan arahan kepada aku dan teman kelas.“Selamat pagi semua, sekarang kalian masuk lalu berdiri di meja tengah” ujar Kak Gea dengan nada tegas. Kami semua masuk dan berdiri rapih di meja tengah. Kemudian Kak Gea memulai pembelajaran dengan berdoa lalu membacakan aturan yang harus dilaksanakan di dalam laboratorium ini.

Kami mendengarkan seluruh aturan yang dibacakan oleh Kak Gea. Setelah selesai membacakan aturan, Kak Gea memberi waktu kepada kami untuk melihat apa saja yang ada di dalam laboratorium ini.

 “Kalian diberi waktu untuk melihat apa saja yang ada di dalam laboratorium ini. Kalian harus tetap kondusif, jangan berisik” ujar Kak Gea dan kami serentak menjawab “Baik kak”. Aku dan teman-teman langsung meyebar untuk melihat apa saja yang ada disitu. Aku mencatat beberapa informasi salah satunya adalah simbol-simbol bahaya yang tergantung di dinding. Hampir 20 menit kami berkeliling, terdengar suara Kak Gea yang menyuruh kami untuk kembali kumpul di meja tengah.

“Kalian sudah berkeliling di laboratorium ini. Kalian akan membuat laporan khusus pertama mengenai denah laboratorium dan jangan lupa besok kalian harus membawa korek api kayu” ujar Kak Gea. Mendengar hal itu, aku sedikit kaget karena mengingat pengalaman burukku dengan korek api kayu, tetapi aku harus tetap membawanya agar tidak terkena sanksi.

Keesokan harinya, aku datang pagi agar tidak terlambat kemudian bersiap-siap di depan loker coklat tempatku menaruh barang. Tak lupa aku keluarkan korek api kayu dari dalam tas dan aku simpan di dalam saku jas labku. Tepat jam 7 pagi, kami sekelas masuk ke dalam laboratorium, di depan meja tengah sudah ada Ibu Nina dan Kak Gea. Kami berdoa terlebih dahulu lalu Kak Gea membagi kami berpasangan, yang nantinya akan menjadi partner selama praktikum di sini.

Setelah pembagian partner selesai, selanjutnya adalah pembagian posisi meja kerja. Aku dan 3 temanku berada di meja 3 deret 2.  Aku langsung menuju meja 3 dan berdiri di depannya. Baru beberapa menit berdiri, Ibu Nina datang ke meja 3 kemudian memulai pembelajaran.

“Anak-anak, kalian hari ini akan belajar bagaimana cara menggunakan teklu dan mekker. Sekarang ambil teklu dan mekkernya di kardus bawah ruang asam ya” perintah Ibu Nina. Anggota meja 3  semuanya mengambil teklu dan mekker kemudian dipasang di meja kerja masing-masing.

Setelah dipasang, Ibu Nina menyuruh kami untuk mengeluarkan korek api kayu untuk menyalakannya. Mendengar itu, aku mulai takut dan gelisah karena aku tidak bisa menyalakan api dari korek api kayu.

“Ayo semuanya mulai nyalakan api di teklu ya, atur supaya apinya tidak terlalu besar dan tidak terlalu kecil” perintah Ibu Nina. Ketiga temanku sudah mulai menyalakan teklu, tetapi aku hanya terdiam dan panik karena tidak berani menggunakan korek api kayu. Melihat aku yang terdiam sambil sesekali tengok kanan kiri, Ibu Nina datang menghampiriku.

“Nana, kamu kenapa diam saja? Teman-teman yang lain sudah mulai menyalakan teklu” tanya Ibu Nina.

“Maaf bu, saya takut untuk menggunakan korek api ini karena dulu saya punya pengalaman buruk dengan korek api ” jawabku.

“Ayo kamu coba, harus sampai bisa” jawab Bu Nina.

Melihat itu, teman samping kananku yaitu Nisa menepuk pundakku dan memberikan semangat. Aku memberanikan untuk menyalakan api dari korek. Setiap api sudah tersulut aku terus mematikannya karena aku takut api akan mengenai tanganku dan membuat tanganku melepuh.

Karena terlalu lama, Ibu Nina memaggil lagi namaku dan berbicara “Nana, masih belum bisa juga? ibu akan tunggu kamu sampai bisa dan sampai magribpun akan ibu tunggu”. Mendengar hal itu, perasaanku semakin kacau, aku tak tau harus apa karena disatu sisi aku merasa takut tetapi di sisi lain aku tidak enak dengan Ibu Nina dan teman sederetku.

Akhirnya aku memutuskan untuk mencoba lagi dan lagi. Sampai saat batang korek ke 8, aku baru bisa menyalakan apinya. Setelah berhasil, hatiku lega sekali rasanya.

“Itu kamu bisa, tidak terjadi apa-apa dengan tanganmu kan” ujar Bu Nina. Aku hanya tersenyum dan menjawab “Tidak Bu, tangan saya baik-baik saja”. Temanku Nisa menepuk pundakku dan berkata “Jangan takut lagi ya”, “Iya, terima kasih Nisa” kataku membalas ucapannya.

Kejadian ini membuat aku tidak takut lagi dengan korek api kayu, dan kalau kalian bertanya “Kamu sudah bisa nyalakan api dari korek api kayu?” aku dengan bangga akan menjawab “Ya, aku sudah bisa”. Aku tidak akan malu karena aku merasa bangga bisa melawan rasa takutku dan berhasil melewati salah satu ketakutan yang aku alami selama ini.

Korek api kayu sekarang tidak lagi menjadi kenangan yang buruk bagiku karena sekarang aku sudah bisa menggunakan korek api dengan baik. Sampai sekarang kejadian itu masih terbesit dipikiranku dan menjadi pengalaman pertama bersekolah di SMAKBO.

Penulis: Devina Angkawidjaja (SMAKBO Angkatan 63/ Beswan Generasi 6)

Read More

Secara harfiah, arti toxic people adalah orang yang beracun. Seseorang dianggap menjadi racun ketika ia menebarkan sesuatu yang negatif ke lingkungan sekitarnya. Seringkali toxic people ditemukan melalui media sosial. Namun, dalam kehidupan nyata juga banyak.

Seseorang yang masuk kriteria toxic people biasanya hidupnya sulit bahagia karena dibayang-bayangi rasa tidak puas, sering mengeluh dan merasa resah. Mereka juga mempunyai sikap egois dan hanya berteman untuk kepentingan pribadinya saja. Untuk itu, kita perlu mengetahui ciri-ciri dari toxic people.

Menurut artikel yang saya baca, toxic people memiliki ciri utama, yaitu playing victim. Dalam artian ini adalah sebuah permainan atau drama yang ia buat sendiri. Ia akan bersikap seolah-olah dia adalah korban dari permasalahan ini. Kemudian, ia akan merasa dipojokkan dan ia memanipulasi cerita agar mendapatkan perhatian dan dibela oleh orang lain.

Contohnya, dalam kasus Ratna Serumpaet yang mengaku korban pengeroyokan. Seketika menjadi trending topic di media sosial, twitter. Hal tersebut berhasil menarik perhatian tokoh-tokoh politikus dan pengguna media sosial. Mereka buka mulut dan  meminta pihak yang berwajib untuk mengusut kasus ini. Namun, ternyata foto dengan muka bengkak dan memar itu adalah hasil dari sedot lemak yang ia kirim ke anaknya. Mungkin karena gengsi atas hasil yang tidak memuaskan, Ratna memanipulasi cerita. Akibatnya, hal tersebut memberi dampak yang buruk bagi orang lain dan dirinya.

Ciri lain dari toxic people adalah sering menghalangi kesuksesan temannya. Ini dimulai ketika awalnya ia menyemangati kamu bahkan mendorong kamu menuju kesuksesan, namun ternyata sebaliknya. Kamu malah dijatuhkan dengan kata-kata yang ia lontarkan dan mengubah persepsimu tentang kesuksesan. Misalnya, ia berkata “Sudahlah, puas-puasin aja mumpung masih muda, kalau sudah tua susah untuk melakukan hal seperti ini.” Hal tersebut akan menghasut lingkungannya dan bisa menghambat kesuksesan seseorang. Meskipun masa muda itu waktunya untuk menikmati hidup, tapi kamu harus ingat tanggung jawab itu adalah bagian dari mengejar kesuksesan di masa depan.

Untuk mencapai kesuksesan, pasti kita akan melalui masa dikritik oleh orang lain atas kerja keras yang kita lakukan. Tetapi, beda halnya mengkritik dengan kata-kata yang kurang pantas. Nah, hal tersebut merupakan salah satu ciri dari toxic people juga. Akibat kritikannya, ia tidak mau mendengarkan pendapat orang lain dan bisa dibilang ia mempunyai cara berpikir yang tidak seimbang. Sebagai seorang teman, sudah sewajarnya untuk mengingatkan jika kita melakukan hal yang buruk. Tetapi, bukan berarti ia berhak untuk selalu mengkritik diri kita menggunakan kata-kata yang kurang enak didengar. Misalnya dengan kalimat, “Tulisanmu jelek, mirip kaya ceker bebek, anak SD (Sekolah Dasar) aja gak bakal bisa membaca tulisanmu.” Dari kritikan tersebut, tentu saja membuat semangat kita jatuh.

Sebaiknya, berkritiklah dengan baik dan ditambah dengan adanya solusi, itu akan lebih membantu. Misalnya, “Tulisanmu ini kurang rapi. Sebaiknya kamu latihan kembali menulis yang rapi agar tulisanmu menjadi lebih baik dan terbaca oleh siapapun.” Ini akan lebih bisa diterima dan membuat lebih semangat.

Setelah mengetahui ciri-cirinya, kamu bisa tahu siapa saja di lingkunganmu yang termasuk ke dalam kategori toxic people. Dari situ, kamu bisa membuat batasan dalam berinteraksi dengannya. Tetapi, bukan berarti kamu menolak semua ajakannya.

Dengan adanya batasan ini, bukan untuk membuat ia merasa dipojokkan, tetapi untuk menyelamatkan lingkungan pertemanan. Jika kamu selalu  mengikuti apa yang ia katakan, itu akan menyebabkan hal negatif pada diri kamu dan dia. Ia akan ketergantungan kepada kamu dan membuat dia tidak bisa berusaha dengan maksimal. Dan hal negatif bagi kamu adalah kamu akan merasa dirugikan karena itu akan mengganggu waktumu dan menghambat aktivitasmu.

Akan ada saatnya di mana kita merasa hanya dimanfaatkan saja oleh teman. Pikiran tersebut wajar saja lewat di pikiran kita, karena manusia adalah makhluk sosial yang saling membutuhkan satu sama lainnya. Tetapi setelah kita melakukan apapun untuk ia, balasannya selalu membuat kita kecewa.

Apabila kita merasa tersiksa karena tingkah laku yang ia buat, dan segala hal yang kita lakukan nampaknya sama sekali tidak membuat ia berubah, maka tanyakan pada diri sendiri, apakah kamu butuh mereka di dalam hidupmu? Ketika kita menjauhkan diri dari toxic people, hidup terasa lebih nyaman. Menjauh bukan berarti kita membenci mereka, tapi itu adalah bukti bahwa kita menyayangi mereka.

Penulis: Nandina Choirunnisa

Read More

Assalamualaikum, Laboratorium Praktik Kimia Terpadu! Aku minta izin ya, ingin mendeskripsikan kamu. Kamu itu selalu jadi tempat yang penuh kejadian eksotis untukku. Kamu selalu bisa menciptakan kenangan setiap aku berinteraksi denganmu. Caramu bertemu denganku selalu bisa bikin hati aku dag-dig-dug. Kurang lebih seperti itu lah gambaran umumnya.

Laboratorium Praktik Kimia Terpadu atau aku biasa memanggilnya dengan sebutan lab PKT. Salah satu laboratorium kimia di sekolah kebanggaanku, yaitu SMK-SMAK Bogor dengan seragam putih krem ciri khasnya. Lab ini ditujukan kepada siswa kelas 12. Tidak perlu indikator ataupun pH universal, suasana asam (agak seru dan menegangkan) sangat mudah kita jumpai di sini.

Setiap rabu, adalah jadwal praktik lab PKT untuk kelasku, kelas 12-1. Sebelum memulai praktik, kita menyiapkan diri, seperti menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) yang digunakan sebagai pelindung dari tumpahan bahan kimia, barang-barang terjatuh, dan kemungkinan bahaya lainnya.

Selain itu, kita harus menyiapkan laporan khusus (lapsus) berupa laporan praktikum yang sudah dilakukan pada minggu sebelumnya dan laporan harian (laphar) berupa bagan kerja dan bagan data yang diperlukan untuk praktikum hari itu. Saat itu, kita masih tenang dan bercanda. Bahkan, masih sempat untuk saling mengejek nama  orang tua. Walaupun, setiap siswa sudah sadar bahwa itu merupakan hal yang tidak etis. Namun, hal itu sudah menjadi tuman bagi kaum putih krem.

Jam di tanganku sudah menunjukkan pukul 6.45. Semua siswa sudah rapi dan siap untuk masuk laboratorium. Ternyata, tidak semudah itu. Untuk bisa ikut praktikum, kita harus bisa menjawab kuis dari personel lab terlebih dahulu. Kuis ini seputar penetapan yang akan kita kerjakan. Seandainya saat kuis kita tidak bisa menjawab atau jawaban kita salah, kita akan dikeluarkan dari laboratorium dan menunggu hingga dipanggil untuk kuis kembali. Sekiranya kita lancar saat kuis, baru diperbolehkan untuk melakukan praktikum.

Raut wajah yang awalnya ceria seketika menjadi panik, tegang, gelisah, sampai salah tingkah sangat terlihat pada setiap siswa dengan keunikannya masing-masing. Ada yang sibuk belajar, memutar pena, menyendiri di sudut laboratorium, jalan di tempat sambil berbicara dengan dirinya sendiri, dan masih banyak lagi.

Lab PKT ini memang terkenal memiliki personel dengan sebutan “guru killer”. Sangat tegas, disiplin, dan taat peraturan. Gaya bicara yang menusuk pun menjadi karakteristik personel lab PKT ini.

Di lab ini, semuanya dilakukan berkelompok. Mulai dari kuis, praktikum, sampai mengolah data. Sehingga, sangat dibutuhkan sebuah kekompakan dan manajemen waktu yang baik dari suatu kelompok agar bisa menyelesaikan praktikum tepat waktu.

Sebelum praktikum akan diawali dengan kuis tentang hal-hal yang akan kita lakukan saat praktikum. Dasar dan cara kerja praktikum tersebut juga menjadi salah satu materi kuis. Saat kuis semua raut wajah berubah menjadi pucat pasi. Raut wajah guru yang memberikan soal pun berubah bak singa lapar. Mata sinis tajam menatap mata salah satu dari kita. Mulut pedas tak terkalahkan seolah menusuk hati. Acap kali terdengar kalimat “Kalian ini manusia bodoh pernah belajar atau tidak, sih?”

Setelah bisa menjawab kuis, kita langsung menuju meja kerja dan melaksanakan praktikum. Namun, perasaan tegang masih tertata rapi di dalam hati. Tidak jarang ada guru yang menghampiri kita untuk bertanya kembali seputar penetapan kita. Jika tidak bisa menjawabnya pun kita akan dikeluarkan. Oleh karena itu, sebelum praktikum kita harus belajar sampai sangat memahami apa yang akan kita kerjakan.

Praktikum dimulai. Persis seperti salah satu acara ajang lomba memasak di sebuah stasiun tv swasta, yaitu Master Chef. Hanya saja, yang kita lakukan bukan memasak, melainkan analisis sebuah produk. Hal yang pertama kali harus dilakukan adalah menyiapkan alat dan bahan, dilanjutkan dengan menimbang sampel, hingga mendapatkan kadar kandungan dari suatu zat yang akan dianalisis.

Suasana pasar pun dimulai. Berlomba-lomba untuk mencari alat-alat yang bagus dan nyaman dipakai. Menunggu antrean untuk menimbang sampel, mirip banget menunggu antrean sembako. Seringkali terdengar”ih, gue duluan yang ambil ini!”, “ih, gue udah ngantri dari tadi!”.Kesabaran dan kekompakan sangat teruji di sini. Saat itu, akan terlihat bagaimana sifat asli dari seseorang.

Dag-dig-dug? Ya, jelas. Personel lab PKT selalu mengawasi kita. Memang benar, sih. Jika tidak diawasi, masih cukup banyak siswa yang sering melakukan kesalahan. Karena hal itu, personel lab PKT sangat jeli mengawasi kita. Personel lab PKT yang berada jauh dari kita, bisa dibilang dari ujung ke ujung pun sanggup melihat apa yang kita kerjakan. Sepertinya matanya tersimpan di setiap sudut ruangan.

“Hey, Nak! Tidak seperti itu lah kau kerja!”, “Mau jadi apa kau ini? Hal sepele saja kau tak tau”, “Maskernya jangan lupa dipakai. Mau mati ya kau ini?”. Itulah sepenggal kalimat yang sering aku dengar di lab ini. Sangat menyakitkan, bukan? Wah, sebuah pertanyaan yang sudah pasti jawabannya, tentu iya. Tetapi, apa yang dikatakan mereka itu demi kebaikan kita. Jikalau mereka tidak tegas, kita pasti tidak akan mendengarkan apa yang mereka katakan. Namanya juga generasi milenial.

Cekcok atau miss communication di sebuah kelompok sudah bukan lagi hal yang awam. Tidak sedikit siswa yang menangis setelah keluar dari lab ini karena salah paham dengan kelompoknya ataupunterkena omel dari personel lab. Saat ini, aku tidak sedang menggunakan majas hiperbola, melainkan ini merupakan sebuah kenyataan, bukan buatan.

Pada suasana ini, setiap siswa akan lebih mengerti kondisi dan perasaannya satu sama lain. Di tempat inilah yang mengajarkanku bagaimana cara menghargai orang lain, tidak egois, dan selalu berusaha demi kemajuan sebuah kelompok bukan hanya mementingkan diri sendiri.

Di tempat ini juga mengingatkanku akan pepatah “manusia merupakan makhluk sosial”. Benar dan terbukti di sini. Aku tidak bisa mengerjakan itu semua dengan hanya mengandalkan diriku sendiri. Aku butuh bantuan dan kerja sama dari orang lain.

Bualan, sindiran, dan usikan dari personel lab yang sangat terkenal sangar ini selalu berhasil mengobarkan hatiku yang rapuh dan lembut ini. Sehingga membuat mentalku semakin terasah. Hal ini membuat aku lebih siap untuk terjun langsung ke dalam kehidupan yang penuh rintangan.

Sungguh, suasana yang sangat indah untuk dijadikan nostalgia di suatu hari nanti. Aku berharap dengan goresan ini akan melunturkan mentalku yang awalnya hanya berupa endapan akan menjadi kilauan berlian. Terima kasih kenangan rupawan nan tampan! Sampai Jumpa!

Penulis: Qotrunnada Linggar Pinanditi

Read More

Satu hal yang  perlu kita ingat, bahwa setiap manusia adalah pemimpin bagi dirinya sendiri. Keputusan – keputusan yang kita buat adalah bentuk kepemimpinan kita terhadap diri kita dan merupakan sebuah hal yang harus dipertanggungjawabkan.

Kita mungkin sering mendengar ungkapan “Pengalaman adalah guru terbaik.” Kepemimpinan adalah suatu sifat yang harus diasah karena seorang pemimpin itu dibentuk. Ia diasah dan ditempa, entah dengan rasa sakit, kecewa, ataupun kegagalan. Semua yang dialaminya, membuatnya bertambah kuat dan mengajarkannya agar bisa menjadi lebih baik. Hal baik yang dialaminya ditingkatkan, dan rasa sakitnya dijadikan pelajaran.

Ketika mengalami kesulitan, perlu diingat bahwa apapun kesulitan yang kita alami, ada untuk membuat kita menjadi lebih kuat. Karena ketika kita dihadapkan dengan suatu masalah, artinya kita akan diberi kekuatan untuk menghadapi masalah itu. We will find a way.

Layaknya sebuah games, tingkat kesulitan dan tantangan yang ada akan meningkat seiring dengan meningkatnya level games yang kita mainkan. Jadi ketika kita merasakan kesulitan, kita perlu mengingat bahwa itu berarti kita sedang diuji untuk naik ke level yang lebih tinggi. Tidak perlu khawatir, karena ketika kita sudah naik level, kemampuan senjata yang kita punya juga akan meningkat.

Seperti kisah Handry Santiago, seorang CEO dari General Electric Indonesia. Ia divonis memiliki kanker kelenjar getah bening di usianya yang ke 17 tahun. Pada satu saat ketika kakinya tidak lagi dapat berjalan, Ia merasa frustasi. Ia mengurung diri di kamar dan tidak mau bertemu dengan orang – orang selama berhari –hari.

Pada suatu hari, ayahnya mendobrak pintunya dan mengajaknya berbicara. Ayahnya mengatakan, “hidup itu adalah pilihan.” Ia bisa memilih untuk berdiam diri di kamar dan terus merasa sedih ketika membandingkan dirinya dengan orang lain, ketika orang lain bisa melakukan hal yang dulu bisa Ia lakuan. “Ada pilihan kedua nak, itu seperti mendorong mobil di jalanan yang terjal,” sambung ayahnya. Menurut beliau, mobil itu harus terus didorong, meskipun kita merasa lelah. Tak apa mendorongnya dengan pelan, asalkan mobil itu terus didorong tanpa henti agar tidak turun lagi.

Hingga akhirnya, Handry Santiago memutuskan untuk terus mendorong mobilnya, meskipun dengan sangat susah. Menurutnya, jika ia tidak berani mengambil keputusan untuk terus mendorong mobilnya meskipun dengan kondisi yang sangat susah, Ia tidak mungkin merasakan hal – hal yang bisa ia rasakan sekarang: melihat kampungnya yang ada di Payakumbuh, melihat Lombok, Paris, New York, Gorontalo dan lainnya.

Apapun yang kita hadapi, kita bisa memilih untuk diam meratapi kesedihan atau bangkit dan terus mendorong mobil agar kita terus naik. Tapi perlu diingat, bahwa apapun pilihan kita, ada tanggung jawab yang harus dipikul, bahwa ada konsekuensi dari setiap pilihan. Segala kesulitan yang dihadapi, harus dijadikan ajang bagi diri untuk belajar, karena pada hakikatnya hidup adalah sebuah pembelajaran.

Penulis: Adilla Rahma Hayati

Read More